Seperti yang saya sampaikan sebelumnya, ospek atau proses
pembinaan (kami lebih suka menyebutnya proses pembinaan) mahasiswa baru itu
sudah menjadi tradisi di Fakultas Teknik. Jadi tidak ada kata wajib atau tidak
wajib bagi mahasiswa Teknik untuk berpartisipasi dalam proses pembinaan ini,
yang baru maupun yang lama. Bahkan civitas akademika pun, dari Dekan hingga
Satpam sampai alumni, baik secara langsung atau pun tidak langsung, ikut ambil
bagian dalam kegiatan ini. Begitulah tradisi, eksis tapi susah dijelaskan
keberadaannya. Positif atau negatif itu tergantung sudut pandang. Baik atau
buruk itu tergantung niat. Toh siapa
yang bisa menebak niat sesorang, apalagi orang banyak.
Karena memang sudah menjadi tradisi, selain proses perkuliahan,
proses pembinaan lah yang paling menyita perhatian Keluarga Besar Mahasiswa
Teknik. Ketika semester ganjil, pelaksanaan proses pembinaan yang menyita
banyak perhatian sedangkan ketika semester genap, persiapan proses pembinaan
lah yang menyita banyak perhatian. Awalnya saya mengira proses pembinaan itu
suatu hal yang sederhana. Jika sebagai peserta, anda datang lalu dimarah,
sedangkan jika bertindak sebagai panitia, anda datang lalu marah-marah.
Sederhana sekali, bukan? Pendapat
saya memang ada benarnya tapi sepertinya terlalu banyak kelirunya.
Yang saya rasakan, proses pembinaan justru lebih terasa ketika
sudah manjadi panitia dibanding ketika menjadi peserta. Ketika menjadi peserta,
saya masih ingat kata-kata salah satu senior.
“Proses pembinaan itu proses yang sangat panjang, ospek yang satu
semester ini hanya awal saja, jika kalian ingin mengerti, ikuti terus proses
pembinaan ini bahkan sampai kalian lulus dari kampus ini, dan proses pembinaan
di dalam kampus ini pun hanyalah awal, sebagai bagian dari pembinaan dalam
kehidupan di tengah-tengah masyarakat nantinya.”
“Kalau sekarang dalam
pikiran kalian banyak berseliweran pertanyaan kenapa begini kenapa begitu, itu
wajar, ibarat membaca buku, kalian baru membaca pendahuluannya saja,
pendahuluan yang memang sangat provokatif, sengaja dibuat provokatif, dan kami
tidak akan pernah memberi jawabannya sekarang atau pun nanti, karena kami
sendiri masih termasuk dalam proses pembinaan, jangan kira hanya kalian saja
yang dibina.”
“Bacalah buku itu sampai selesai, baca dengan teliti, baca
berulang-ulang lalu simpulkan sendiri jawabannya.”
Saya cuma bisa mengangguk-angggukan kepala antara mengerti dan
tidak mengerti.
Dan entah karena sudah tradisi atau karena malas pulang kampung
yang terlalu jauh atau juga karena teringat kata-kata senior itu, saya merasa
tertarik untuk melanjutkan membaca ‘buku’
itu. Persiapan proses pembinaan ternyata memakan waktu yang tidak sedikit.
Diawali dengan pembentukan SC (Screening Committee) yang terdiri dari
ketua tiap-tiap angkatan aktif yang dianggap bisa menyalurkan aspirasi angkatan
masing-masing dan beberapa orang yang diangggap punya kompetensi. Angkatan
aktif disini terdiri dari tiga angkatan termuda. Tugas utamanya yaitu menyusun
konsep proses pembinaan dengan acuan utama yaitu konsep edisi tahun terakhir
yang bisa jadi ada perubahan baik perubahan kecil maupun perubahan yang
benar-benar signifikan sesuai dengan kondisi terkini. Bagi orang-orang yang
terpilih menjadi anggota SC, tugas ini terasa sangat berat karena memang
bersamaan dengan masa sibuk minggu-minggu akhir perkuliahan. Mereka harus
pintar membagi waktu antara persiapan ujian, menyelesaikan tugas besar, menulis
laporan juga rapat-rapat yang membosankan dan bertele-tele, dan juga pacaran.
Hampir setiap hari rapat penyusunan konsep diadakan, dimana saja,
juga tidak mengenal waktu. Di dalam kampus maupun di warung-warung sekitar
kampus. Seperti yang sudah saya sampaikan, orang-orang di seputaran kampus pun
sudah maklum dengan keadaan ini. Seisi kost pun tidak pernah bertanya-tanya
kenapa akhir-akhir ini saya sangat jarang pulang ke kost. Kalau pun pulang,
paling-paling mandi dan ganti pakaian lalu kembali lagi ke kampus. Kalaupun
bertanya, nada pertanyaan mereka lebih merupakan penyataan, “pasti sibuk
persiapan ospek, ya?”
Rapat pun berjalan sangat bertele-tele dan membosankan. Berisi
debat dan adu argument yang benar-benar panjang. Wajar. Ya karena konsep yang disusun itu nantinya sebagai hukum utama dan
pertama yang dipakai dalam pelaksanaan proses pembinaan. Proses pembinaan
manusia, bukan hewan atau benda mati. Jadi harus benar-benar hati-hati. “Ini menyangkut anak kesayangannya orang
lho,” begitu kata-kata yang sering terdengar jika ada yang mulai mengeluh
tentang betapa bertele-telenya proses penyusunan konsep ini.
Jika penyusunan konsep itu berakhir, bukan berarti berakhir tugas
mereka. Masih ada sharing konsep
dengan senior. Istilahnya memang sharing
konsep tapi pada kenyataannya tidak lebih dari pembantaian yang dilakukan oleh
senior. Anggota SC sebisa mungkin bertahan dengan konsep yang sudah disusun,
harus pintar-pintar berbicara jika tidak ingin konsep itu diobrak-abrik oleh
senior. Tidak mampu bertahan berarti revisi. Revisi berarti rapat yang bertele-tele.
Oleh karena itu, bagi SC, kata sharing
itu terdengar sangat mengerikan. Entah kenapa, senior yang dalam kehidupan
sehari-hari begitu ramah dan bersahabat berubah menjadi sangat garang ketika
diadakan sharing konsep. Segala bentuk jamuan yang diberikan pun tidak mampu
menutup mulut mereka. Ya lagi-lagi
alasannya karena ini proses pembinaan manusia, bukan hewan atau benda mati yang
bisa dibentuk semau kita, harus benar-benar hati-hati. “Ini menyangkut anak kesayangan orang lho.”
Seandainya konsep bisa dipertahankan maka SC pun bisa bernapas
lega. Itu artinya tugas mereka berakhir, rapat yang melelahkan selesai sudah.
Konsep yang telah disusun pun diserahkan kepada OC (Organizing Committee)
sebagai panitia pelaksana proses pembinaan. Sekarang berganti OC yang super
sibuk, sibuk menerjemahkan konsep ke dalam teknis. OC harus benar-benar paham
dengan konsep. Biasanya beberapa anggota SC akan memegang peran penting dalam
struktur OC, setidaknya koordinator bidang acara dapat dipastikan dari anggota
SC. Memang bidang acara bisa dibilang merupakan tulang punggung dari
pelaksanaan proses pembinaan itu sendiri. Bidang yang diisi oleh orang-orang
yang nantinya akan dianggap musuh utama oleh peserta proses pembinaan, bidang
yang paling gondrong. Yang berisi orang-orang yang memerankan peran antagonis,
muka ekspresif, minim senyuman. Bad guys
istilah tidak resminya.
Salah satu resiko berambut gondrong ya bakal masuk bidang ini. Mau tidak mau, rela atau terpaksa. Toh rela dan terpaksa itu pada lahirnya
tipis bedanya. Cuma Tuhan yang tahu seseorang itu rela atau terpaksa. Kita bisa
saja mengatakan rela padahal sebenarnya terpaksa atau juga sebaliknya. Hati
orang siapa yang tahu. Dan saya entah rela atau terpaksa, saya juga tidak tahu,
yang jelas saya memiliki rambut yang berlebih, akhirnya saya masuk bidang ini.
Memang tidak ada ketentuan tertulis untuk masalah ini, tidak harus berambut
panjang untuk masuk bidang ini. Namun jika melihat pola dan kebiasaannya maka
hal tersebut bisa jadi faktor penting.
Ada hal buruk sekaligus baiknya memasuki bidang ini. Seperti yang
sudah saya sampaikan sebelumnya, masuk bidang ini artinya harus siap-siap
memerankan peran antagonis. Harus siap jadi bad
guys. Harus rela dibenci dan dicaci oleh peserta proses pembinaan. Harus
rela memasang muka ekspresif yang benar-benar minim senyuman ketika berhadapan
dengan peserta. Jadinya harus rela disangka baru putus cinta. Dan itu selama
satu semester. Benar-benar peran yang berat. Nah baiknya orang-orang bidang ini bakal jadi orang terkenal. Tapi
entah menjadi terkenal itu hal baik atau tidak. Apalagi terkenal karena hal
yang dianggap tidak baik. Tapi memang segala sesuatu itu butuh keseimbangan
agar bisa berjalan dengan baik.
Dan bisa dibilang evaluasi adalah inti dari bidang acara itu
sendiri, bahkan bisa dibilang titik penting dari proses pembinaan itu. Sangat
mempengaruhi alur proses pembinaan. Dalam keadaan tertekan kita bisa dengan
gamblang melihat sifat asli seseorang, ya
sifat dari peserta proses pembinaan itu, juga sifat dari panitia sebagai
pelaksana. Apakah dalam keadaan tertekan itu peserta masih bisa berpikir
jernih, bersikap dewasa, cepat dan tepat mengambil keputusan atau bahkan
sebaliknya. Apakah dalam kondisi tertekan kita hanya memikirkan diri sendiri
atau tetap bisa memikirkan sekitarnya. Apakah dalam keadaan tertekan kita bisa tetap mengatasi masalah atau bahkan
lari dari masalah itu. Dalam evaluasi kita juga bisa melihat apakah nilai-nilai
ideal yang telah disampaikan sudah mulai tertanam atau tidak.
Teknis disusun dengan sangat detail. Harus detail. Beserta
rencana-rencana cadangan jika rencana utama tidak bisa benjalan dengan baik.
Bahkan ternyata pola pergerakan evaluator dalam acara evaluasi pun sudah ada
pakemnya beserta beberapa variasinya beserta beberapa kode sandi yang harus
benar-benar dilatih dan dihapalkan. Karena memang terkadang acara evaluasi bisa
sewaktu-waktu berubah sesuai dengan kondisi fisik maupun psikologis peserta
maupun panitia. Misalnya rencana evaluasi dengan level high bisa saja berubah menjadi low
bahkan acara evaluasi bisa berubah menjadi motivasi jika melihat kondisi fisik
maupun psikologis peserta yang sudah benar-benar down.
Dan ternyata evaluasi tidak hanya untuk peserta, panitia pun ada
evaluasi 2 kali sehari. Walaupun memang tidak seperti evaluasi peserta yang
dominan satu arah, namun tidak jarang evaluasi panitia pun berlangsung sangat
panas, benar-benar panas. Yang bisa mengancam keutuhan panitia itu sendiri yang
pastinya juga berpengaruh pada kelancaran proses pembinaan. Dan hal ini sering
terjadi. Jadi memang benar, proses pembinaan itu bukan hanya untuk peserta.
Dalam pelaksanaan proses pembinaan tidak bisa dipungkiri terjadi
hal-hal yang tidak diinginkan, misalnya tindak kekerasan. Hal-hal tersebut
sangat dimungkinkan untuk terjadi. Karena memang kegiatan ini menyangkut orang
banyak yang mungkin dengan maksud yang berbeda-beda. Bisa positif dan juga
negatif. Bisa jadi memang benar-benar ingin melaksanakan proses pembinaan
sesuai dengan konsep yang telah disepakati atau memang cuma sebagai ajang balas
dendam.
Untuk meminimalkan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan maka
dari awal hal ini menjadi konsentrasi tersendiri. Orang-orang yang dipilih
untuk posisi-posisi yang strategis harus benar-benar punya kompetensi dan
komitmen yang tinggi untuk melaksanakan prosen pembinaan sesuai dengan apa yang
disepakati. Tapi hal tersebut tentunya tidak cukup. Orang bisa saja
berubah-ubah apalagi dalam kondisi yang penuh tekanan. Oleh karena itu
pengawasan dilakukan dengan sangat ketat. Setiap kegiatan memiliki penanggung
jawab yang terus diganti agar tidak menimbulkan rasa bosan yang tentunya akan
menurunkan tingkat keawasan dalam mengawasi jalannya acara. Dalam satu kegiatan
ada 2 penanggung jawab, penanggung jawab acara yang mengawasi jalannya acara agar
tidak melenceng dari konsep dan penanggung jawab ruang yang mengawasi
gerak-gerik peserta maupun panitia agar tidak keluar dari peraturan yang sudah
ditentukan. Sangsinya pun beragam dari peringatan ringan, pemberhentian
sementara hingga pemberhentian tetap.
Memang susah untuk menjaga konsistensi dalam keadaan fisik maupun
psikologis yang benar-benar sudah menurun yang kemudian berhadapan dengan
peserta yang datang dari berbagai latar belakang. Dan memang benar, proses
pembinaan itu tidak hanya untuk peserta saja tapi juga untuk panitia, bahkan
bisa dikatakan proses pembinaan itu baru terasa berat ketika menjadi panitia.
Ketika menjadi peserta saya sering membayangkan betapa enaknya
menjadi panitia. Penuh kuasa dan tidak pernah salah. Idiom “panitia selalu benar” memang cocok untuk peserta. Tapi
kenyataannya tidak juga. Buktinya seperti yang sudah saya sampaikan sebelumnya,
saya pun pernah mendapatkan izin untuk ‘istirahat’,
penghalusan dari hukuman atas kesalahan yang saya lakukan. Ketika menjadi
peserta tekanan hanya datang dari panitia. Namun ketika menjadi panitia tekanan
datang dari segala arah, ya peserta
itu sendiri, ya dari organisasi, ya dari senior, juga dari birokrat
kampus. Kesalahan sekecil apapun bisa menjadi masalah besar karena memang ini
pembinaan manusia, bukan hewan atau benda mati. Jadi menurut saya, idiom yang
paling tepat itu adalah “panitia harus
benar”. Tidak boleh ada kesalahan sekecil apapun, “ingat, ini menyangkut anak kesayangan orang.”
Lalu ada pertanyaan yang paling sering diajukan oleh orang-orang
di luar Teknik, “apakah proses pembinaan
di Teknik itu keras?” Ya kami
akui memang keras. Tapi keras itu juga relatif. Dan keras bukan berarti
mengandung unsur kekerasan. Itu dua hal yang sangat berbeda. Dan tidak perlu
saya jelaskan panjang lebar makna dari keras. Saya cukup memakai makna yang
sudah menjadi konsesi mayoritas untuk menjelaskan arti keras itu. Kurang lebih
maknanya seperti anda mengatakan bahwa sejak kecil anda dididik oleh orang tua
anda dengan keras. Ya maknanya kurang
lebih seperti itu. Tujuannya pun kurang lebih sama halnya dengan tujuan orang
tua anda mendidik anda dengan keras.
Dan saya juga mengakui memang proses pembinaan di Teknik
mengundang banyak tanda tanya yang cenderung negatif. Karena memang proses
pembinaan itu berlangsung sangat tertutup. Dalam cerita ini pun saya tidak
bercerita mengenai hal-hal yang terlalu substantif. Bahkan selama proses
pembinaan berlangsung sebisa mungkin kami memastikan area proses pembinaan itu
bersih dari segala sesuatu yang kami anggap gangguan, baik dari luar maupun
dari dalam. Kami cuma berusaha menjaga segala sesuatunya berjalan dengan baik.
Ibarat membuat tempe atau tape, kami tidak ingin ada unsur dari luar yang bisa
membuat tempe itu busuk atau tape menjadi masam. Memang terkesan arogan dan
posesif.
Dan secara singkat, bisa dikatakan tujuan akhir dari proses
pembinaan itu adalah menjadikan Teknik sebagai keluarga besar yang satu dan
solid. Tidak terpecah belah dan tidak terkotak-kotak oleh kepentingan
golongan-golongan tertentu. Benar-benar menjiwai keilmuannya yang bebas nilai
kecuali nilai kebenaran itu sendiri.
Jadi jangan merasa heran jika di kampus Teknik anda tidak akan
menemukan satu pun organisasi kemahasiswaan ekstra kampus yang bisa eksis
secara organisasi. Kami cuma tidak ingin keluarga besar kami terkotak-kotak.
Namun bukan berarti mahasiswa Teknik tidak boleh masuk organisasi tersebut.
Silakan mahasiswa Teknik masuk ke dalam organisasi tersebut namun secara
personal, sebagai pribadi yang merdeka yang berhak memilih yang terbaik bagi
dirinya, namun jangan pernah membawa nama Teknik. Kami tahu kok organisasi-organisasi itu, diakui
atau dibantah, merupakan underbow-nya
partai politik. Kami tidak ingin keluarga besar Teknik tercerai berai hanya
karena masalah warna dan bendera. Kami sadar bahwa teknik itu punya potensi
besar untuk dibawa ke arah itu. Dan kami juga tahu sejak dahulu,
organisasi-organisasi tersebut berusaha dengan banyak cara untuk bisa
melebarkan sayapnya ke teknik. Teknik itu potensi pasarnya memang besar dan
menggiurkan, kualitas maupun kuantitas. Kami tidak mau rumah kami ini, Teknik,
dijadikan lapangan untuk berpolitik praktis yang dapat memecah belah kesatuan
Teknik itu sendiri.
Proses pembinaan selama ini memang dijadikan benteng yang pertama
dan utama untuk menjaga keutuhan teknik dari hal-hal yang dapat memecah belah
kesatuan Teknik. Sehingga sekali lagi maaf kalau selama ini mungkin kami
terlihat bersikap arogan, posesif, mungkin fanatik, menjadikan lahan kami bukan
lahan yang subur untuk tumbuhnya ideologi anda. Bukan maksud kami untuk
bersikap seperti itu. Ada hal yang tetap harus kami jaga sebaik-baiknya. Dan
ada baiknya untuk hal ini kita saling menghargai dan menghormati adat dan
kebiasaan masing-masing. Kami menghargai dan menghormati anda dan anda
seyogyanya juga menghargai dan menghormati adat dan kebiasaan kami. Saya rasa
yang seperti itu merupakan jalan yang paling adil.
Beberapa tahun terakhir memang tradisi ini sudah mendekati
kepunahan, bahkan bisa dikatakan sudah punah. Entah disengaja atau memang
karena seleksi alam. Ya memang segala
sesuatu yang berawal pasti akan berakhir. Bukan kah memang begitu hukumnya. Selamat atas kemenangan anda-anda yang
selama ini berharap tradisi ini berakhir. Tentunya butuh perjuangan yang sangat
lama dan melelahkan, patut diacungi jempol. Saya rasa di tahun-tahun mendatang
anda sudah bisa membangun idelogi anda di rumah kami tanpa ada gangguan yang
berarti. Sekali lagi selamat.
Yang jelas, dari dulu, kami sangat
yakin seyakin-yakinnya. Ketika semakin banyak orang Teknik yang mulai
berpolitik maka akan semakin banyak sekolah yang roboh, rumah sakit yang roboh,
jembatan yang roboh, gedung-gedung yang roboh, namun saya berharap semoga
Negara ini tetap berdiri kokoh.
0 komentar:
Posting Komentar