RSS

OSPEK part 3


Seperti yang saya sampaikan sebelumnya, ospek atau proses pembinaan (kami lebih suka menyebutnya proses pembinaan) mahasiswa baru itu sudah menjadi tradisi di Fakultas Teknik. Jadi tidak ada kata wajib atau tidak wajib bagi mahasiswa Teknik untuk berpartisipasi dalam proses pembinaan ini, yang baru maupun yang lama. Bahkan civitas akademika pun, dari Dekan hingga Satpam sampai alumni, baik secara langsung atau pun tidak langsung, ikut ambil bagian dalam kegiatan ini. Begitulah tradisi, eksis tapi susah dijelaskan keberadaannya. Positif atau negatif itu tergantung sudut pandang. Baik atau buruk itu tergantung niat. Toh siapa yang bisa menebak niat sesorang, apalagi orang banyak.
Karena memang sudah menjadi tradisi, selain proses perkuliahan, proses pembinaan lah yang paling menyita perhatian Keluarga Besar Mahasiswa Teknik. Ketika semester ganjil, pelaksanaan proses pembinaan yang menyita banyak perhatian sedangkan ketika semester genap, persiapan proses pembinaan lah yang menyita banyak perhatian. Awalnya saya mengira proses pembinaan itu suatu hal yang sederhana. Jika sebagai peserta, anda datang lalu dimarah, sedangkan jika bertindak sebagai panitia, anda datang lalu marah-marah. Sederhana sekali, bukan? Pendapat saya memang ada benarnya tapi sepertinya terlalu banyak kelirunya.
Yang saya rasakan, proses pembinaan justru lebih terasa ketika sudah manjadi panitia dibanding ketika menjadi peserta. Ketika menjadi peserta, saya masih ingat kata-kata salah satu senior.
“Proses pembinaan itu proses yang sangat panjang, ospek yang satu semester ini hanya awal saja, jika kalian ingin mengerti, ikuti terus proses pembinaan ini bahkan sampai kalian lulus dari kampus ini, dan proses pembinaan di dalam kampus ini pun hanyalah awal, sebagai bagian dari pembinaan dalam kehidupan di tengah-tengah masyarakat nantinya.”
 “Kalau sekarang dalam pikiran kalian banyak berseliweran pertanyaan kenapa begini kenapa begitu, itu wajar, ibarat membaca buku, kalian baru membaca pendahuluannya saja, pendahuluan yang memang sangat provokatif, sengaja dibuat provokatif, dan kami tidak akan pernah memberi jawabannya sekarang atau pun nanti, karena kami sendiri masih termasuk dalam proses pembinaan, jangan kira hanya kalian saja yang dibina.”
“Bacalah buku itu sampai selesai, baca dengan teliti, baca berulang-ulang lalu simpulkan sendiri jawabannya.”
Saya cuma bisa mengangguk-angggukan kepala antara mengerti dan tidak mengerti.
Dan entah karena sudah tradisi atau karena malas pulang kampung yang terlalu jauh atau juga karena teringat kata-kata senior itu, saya merasa tertarik untuk melanjutkan membaca ‘buku’ itu. Persiapan proses pembinaan ternyata memakan waktu yang tidak sedikit. Diawali dengan pembentukan SC (Screening Committee) yang terdiri dari ketua tiap-tiap angkatan aktif yang dianggap bisa menyalurkan aspirasi angkatan masing-masing dan beberapa orang yang diangggap punya kompetensi. Angkatan aktif disini terdiri dari tiga angkatan termuda. Tugas utamanya yaitu menyusun konsep proses pembinaan dengan acuan utama yaitu konsep edisi tahun terakhir yang bisa jadi ada perubahan baik perubahan kecil maupun perubahan yang benar-benar signifikan sesuai dengan kondisi terkini. Bagi orang-orang yang terpilih menjadi anggota SC, tugas ini terasa sangat berat karena memang bersamaan dengan masa sibuk minggu-minggu akhir perkuliahan. Mereka harus pintar membagi waktu antara persiapan ujian, menyelesaikan tugas besar, menulis laporan juga rapat-rapat yang membosankan dan bertele-tele, dan juga pacaran.
Hampir setiap hari rapat penyusunan konsep diadakan, dimana saja, juga tidak mengenal waktu. Di dalam kampus maupun di warung-warung sekitar kampus. Seperti yang sudah saya sampaikan, orang-orang di seputaran kampus pun sudah maklum dengan keadaan ini. Seisi kost pun tidak pernah bertanya-tanya kenapa akhir-akhir ini saya sangat jarang pulang ke kost. Kalau pun pulang, paling-paling mandi dan ganti pakaian lalu kembali lagi ke kampus. Kalaupun bertanya, nada pertanyaan mereka lebih merupakan penyataan, “pasti sibuk persiapan ospek, ya?”
Rapat pun berjalan sangat bertele-tele dan membosankan. Berisi debat dan adu argument yang benar-benar panjang. Wajar. Ya karena konsep yang disusun itu nantinya sebagai hukum utama dan pertama yang dipakai dalam pelaksanaan proses pembinaan. Proses pembinaan manusia, bukan hewan atau benda mati. Jadi harus benar-benar hati-hati. “Ini menyangkut anak kesayangannya orang lho,” begitu kata-kata yang sering terdengar jika ada yang mulai mengeluh tentang betapa bertele-telenya proses penyusunan konsep ini.
Jika penyusunan konsep itu berakhir, bukan berarti berakhir tugas mereka. Masih ada sharing konsep dengan senior. Istilahnya memang sharing konsep tapi pada kenyataannya tidak lebih dari pembantaian yang dilakukan oleh senior. Anggota SC sebisa mungkin bertahan dengan konsep yang sudah disusun, harus pintar-pintar berbicara jika tidak ingin konsep itu diobrak-abrik oleh senior. Tidak mampu bertahan berarti revisi. Revisi berarti rapat yang bertele-tele. Oleh karena itu, bagi SC, kata sharing itu terdengar sangat mengerikan. Entah kenapa, senior yang dalam kehidupan sehari-hari begitu ramah dan bersahabat berubah menjadi sangat garang ketika diadakan sharing konsep. Segala bentuk jamuan yang diberikan pun tidak mampu menutup mulut mereka. Ya lagi-lagi alasannya karena ini proses pembinaan manusia, bukan hewan atau benda mati yang bisa dibentuk semau kita, harus benar-benar hati-hati. “Ini menyangkut anak kesayangan orang lho.”
Seandainya konsep bisa dipertahankan maka SC pun bisa bernapas lega. Itu artinya tugas mereka berakhir, rapat yang melelahkan selesai sudah. Konsep yang telah disusun pun diserahkan kepada OC (Organizing Committee) sebagai panitia pelaksana proses pembinaan. Sekarang berganti OC yang super sibuk, sibuk menerjemahkan konsep ke dalam teknis. OC harus benar-benar paham dengan konsep. Biasanya beberapa anggota SC akan memegang peran penting dalam struktur OC, setidaknya koordinator bidang acara dapat dipastikan dari anggota SC. Memang bidang acara bisa dibilang merupakan tulang punggung dari pelaksanaan proses pembinaan itu sendiri. Bidang yang diisi oleh orang-orang yang nantinya akan dianggap musuh utama oleh peserta proses pembinaan, bidang yang paling gondrong. Yang berisi orang-orang yang memerankan peran antagonis, muka ekspresif, minim senyuman. Bad guys istilah tidak resminya.
Salah satu resiko berambut gondrong ya bakal masuk bidang ini. Mau tidak mau, rela atau terpaksa. Toh rela dan terpaksa itu pada lahirnya tipis bedanya. Cuma Tuhan yang tahu seseorang itu rela atau terpaksa. Kita bisa saja mengatakan rela padahal sebenarnya terpaksa atau juga sebaliknya. Hati orang siapa yang tahu. Dan saya entah rela atau terpaksa, saya juga tidak tahu, yang jelas saya memiliki rambut yang berlebih, akhirnya saya masuk bidang ini. Memang tidak ada ketentuan tertulis untuk masalah ini, tidak harus berambut panjang untuk masuk bidang ini. Namun jika melihat pola dan kebiasaannya maka hal tersebut bisa jadi faktor penting.
Ada hal buruk sekaligus baiknya memasuki bidang ini. Seperti yang sudah saya sampaikan sebelumnya, masuk bidang ini artinya harus siap-siap memerankan peran antagonis. Harus siap jadi bad guys. Harus rela dibenci dan dicaci oleh peserta proses pembinaan. Harus rela memasang muka ekspresif yang benar-benar minim senyuman ketika berhadapan dengan peserta. Jadinya harus rela disangka baru putus cinta. Dan itu selama satu semester. Benar-benar peran yang berat. Nah baiknya orang-orang bidang ini bakal jadi orang terkenal. Tapi entah menjadi terkenal itu hal baik atau tidak. Apalagi terkenal karena hal yang dianggap tidak baik. Tapi memang segala sesuatu itu butuh keseimbangan agar bisa berjalan dengan baik.
Dan bisa dibilang evaluasi adalah inti dari bidang acara itu sendiri, bahkan bisa dibilang titik penting dari proses pembinaan itu. Sangat mempengaruhi alur proses pembinaan. Dalam keadaan tertekan kita bisa dengan gamblang melihat sifat asli seseorang, ya sifat dari peserta proses pembinaan itu, juga sifat dari panitia sebagai pelaksana. Apakah dalam keadaan tertekan itu peserta masih bisa berpikir jernih, bersikap dewasa, cepat dan tepat mengambil keputusan atau bahkan sebaliknya. Apakah dalam kondisi tertekan kita hanya memikirkan diri sendiri atau tetap bisa memikirkan sekitarnya. Apakah dalam keadaan tertekan  kita bisa tetap mengatasi masalah atau bahkan lari dari masalah itu. Dalam evaluasi kita juga bisa melihat apakah nilai-nilai ideal yang telah disampaikan sudah mulai tertanam atau tidak.
Teknis disusun dengan sangat detail. Harus detail. Beserta rencana-rencana cadangan jika rencana utama tidak bisa benjalan dengan baik. Bahkan ternyata pola pergerakan evaluator dalam acara evaluasi pun sudah ada pakemnya beserta beberapa variasinya beserta beberapa kode sandi yang harus benar-benar dilatih dan dihapalkan. Karena memang terkadang acara evaluasi bisa sewaktu-waktu berubah sesuai dengan kondisi fisik maupun psikologis peserta maupun panitia. Misalnya rencana evaluasi dengan level high bisa saja berubah menjadi low bahkan acara evaluasi bisa berubah menjadi motivasi jika melihat kondisi fisik maupun psikologis peserta yang sudah benar-benar down.
Dan ternyata evaluasi tidak hanya untuk peserta, panitia pun ada evaluasi 2 kali sehari. Walaupun memang tidak seperti evaluasi peserta yang dominan satu arah, namun tidak jarang evaluasi panitia pun berlangsung sangat panas, benar-benar panas. Yang bisa mengancam keutuhan panitia itu sendiri yang pastinya juga berpengaruh pada kelancaran proses pembinaan. Dan hal ini sering terjadi. Jadi memang benar, proses pembinaan itu bukan hanya untuk peserta.
Dalam pelaksanaan proses pembinaan tidak bisa dipungkiri terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, misalnya tindak kekerasan. Hal-hal tersebut sangat dimungkinkan untuk terjadi. Karena memang kegiatan ini menyangkut orang banyak yang mungkin dengan maksud yang berbeda-beda. Bisa positif dan juga negatif. Bisa jadi memang benar-benar ingin melaksanakan proses pembinaan sesuai dengan konsep yang telah disepakati atau memang cuma sebagai ajang balas dendam.
Untuk meminimalkan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan maka dari awal hal ini menjadi konsentrasi tersendiri. Orang-orang yang dipilih untuk posisi-posisi yang strategis harus benar-benar punya kompetensi dan komitmen yang tinggi untuk melaksanakan prosen pembinaan sesuai dengan apa yang disepakati. Tapi hal tersebut tentunya tidak cukup. Orang bisa saja berubah-ubah apalagi dalam kondisi yang penuh tekanan. Oleh karena itu pengawasan dilakukan dengan sangat ketat. Setiap kegiatan memiliki penanggung jawab yang terus diganti agar tidak menimbulkan rasa bosan yang tentunya akan menurunkan tingkat keawasan dalam mengawasi jalannya acara. Dalam satu kegiatan ada 2 penanggung jawab, penanggung jawab acara yang mengawasi jalannya acara agar tidak melenceng dari konsep dan penanggung jawab ruang yang mengawasi gerak-gerik peserta maupun panitia agar tidak keluar dari peraturan yang sudah ditentukan. Sangsinya pun beragam dari peringatan ringan, pemberhentian sementara hingga pemberhentian tetap.
Memang susah untuk menjaga konsistensi dalam keadaan fisik maupun psikologis yang benar-benar sudah menurun yang kemudian berhadapan dengan peserta yang datang dari berbagai latar belakang. Dan memang benar, proses pembinaan itu tidak hanya untuk peserta saja tapi juga untuk panitia, bahkan bisa dikatakan proses pembinaan itu baru terasa berat ketika menjadi panitia.
Ketika menjadi peserta saya sering membayangkan betapa enaknya menjadi panitia. Penuh kuasa dan tidak pernah salah. Idiom “panitia selalu benar” memang cocok untuk peserta. Tapi kenyataannya tidak juga. Buktinya seperti yang sudah saya sampaikan sebelumnya, saya pun pernah mendapatkan izin untuk ‘istirahat’, penghalusan dari hukuman atas kesalahan yang saya lakukan. Ketika menjadi peserta tekanan hanya datang dari panitia. Namun ketika menjadi panitia tekanan datang dari segala arah, ya peserta itu sendiri, ya dari organisasi, ya dari senior, juga dari birokrat kampus. Kesalahan sekecil apapun bisa menjadi masalah besar karena memang ini pembinaan manusia, bukan hewan atau benda mati. Jadi menurut saya, idiom yang paling tepat itu adalah “panitia harus benar”. Tidak boleh ada kesalahan sekecil apapun, “ingat, ini menyangkut anak kesayangan orang.”
Lalu ada pertanyaan yang paling sering diajukan oleh orang-orang di luar Teknik, “apakah proses pembinaan di Teknik itu keras?” Ya kami akui memang keras. Tapi keras itu juga relatif. Dan keras bukan berarti mengandung unsur kekerasan. Itu dua hal yang sangat berbeda. Dan tidak perlu saya jelaskan panjang lebar makna dari keras. Saya cukup memakai makna yang sudah menjadi konsesi mayoritas untuk menjelaskan arti keras itu. Kurang lebih maknanya seperti anda mengatakan bahwa sejak kecil anda dididik oleh orang tua anda dengan keras. Ya maknanya kurang lebih seperti itu. Tujuannya pun kurang lebih sama halnya dengan tujuan orang tua anda mendidik anda dengan keras.
Dan saya juga mengakui memang proses pembinaan di Teknik mengundang banyak tanda tanya yang cenderung negatif. Karena memang proses pembinaan itu berlangsung sangat tertutup. Dalam cerita ini pun saya tidak bercerita mengenai hal-hal yang terlalu substantif. Bahkan selama proses pembinaan berlangsung sebisa mungkin kami memastikan area proses pembinaan itu bersih dari segala sesuatu yang kami anggap gangguan, baik dari luar maupun dari dalam. Kami cuma berusaha menjaga segala sesuatunya berjalan dengan baik. Ibarat membuat tempe atau tape, kami tidak ingin ada unsur dari luar yang bisa membuat tempe itu busuk atau tape menjadi masam. Memang terkesan arogan dan posesif.
Dan secara singkat, bisa dikatakan tujuan akhir dari proses pembinaan itu adalah menjadikan Teknik sebagai keluarga besar yang satu dan solid. Tidak terpecah belah dan tidak terkotak-kotak oleh kepentingan golongan-golongan tertentu. Benar-benar menjiwai keilmuannya yang bebas nilai kecuali nilai kebenaran itu sendiri.
Jadi jangan merasa heran jika di kampus Teknik anda tidak akan menemukan satu pun organisasi kemahasiswaan ekstra kampus yang bisa eksis secara organisasi. Kami cuma tidak ingin keluarga besar kami terkotak-kotak. Namun bukan berarti mahasiswa Teknik tidak boleh masuk organisasi tersebut. Silakan mahasiswa Teknik masuk ke dalam organisasi tersebut namun secara personal, sebagai pribadi yang merdeka yang berhak memilih yang terbaik bagi dirinya, namun jangan pernah membawa nama Teknik. Kami tahu kok organisasi-organisasi itu, diakui atau dibantah, merupakan underbow-nya partai politik. Kami tidak ingin keluarga besar Teknik tercerai berai hanya karena masalah warna dan bendera. Kami sadar bahwa teknik itu punya potensi besar untuk dibawa ke arah itu. Dan kami juga tahu sejak dahulu, organisasi-organisasi tersebut berusaha dengan banyak cara untuk bisa melebarkan sayapnya ke teknik. Teknik itu potensi pasarnya memang besar dan menggiurkan, kualitas maupun kuantitas. Kami tidak mau rumah kami ini, Teknik, dijadikan lapangan untuk berpolitik praktis yang dapat memecah belah kesatuan Teknik itu sendiri.
Proses pembinaan selama ini memang dijadikan benteng yang pertama dan utama untuk menjaga keutuhan teknik dari hal-hal yang dapat memecah belah kesatuan Teknik. Sehingga sekali lagi maaf kalau selama ini mungkin kami terlihat bersikap arogan, posesif, mungkin fanatik, menjadikan lahan kami bukan lahan yang subur untuk tumbuhnya ideologi anda. Bukan maksud kami untuk bersikap seperti itu. Ada hal yang tetap harus kami jaga sebaik-baiknya. Dan ada baiknya untuk hal ini kita saling menghargai dan menghormati adat dan kebiasaan masing-masing. Kami menghargai dan menghormati anda dan anda seyogyanya juga menghargai dan menghormati adat dan kebiasaan kami. Saya rasa yang seperti itu merupakan jalan yang paling adil.
Beberapa tahun terakhir memang tradisi ini sudah mendekati kepunahan, bahkan bisa dikatakan sudah punah. Entah disengaja atau memang karena seleksi alam. Ya memang segala sesuatu yang berawal pasti akan berakhir. Bukan kah memang begitu hukumnya. Selamat atas kemenangan anda-anda yang selama ini berharap tradisi ini berakhir. Tentunya butuh perjuangan yang sangat lama dan melelahkan, patut diacungi jempol. Saya rasa di tahun-tahun mendatang anda sudah bisa membangun idelogi anda di rumah kami tanpa ada gangguan yang berarti. Sekali lagi selamat.
            Yang jelas, dari dulu, kami sangat yakin seyakin-yakinnya. Ketika semakin banyak orang Teknik yang mulai berpolitik maka akan semakin banyak sekolah yang roboh, rumah sakit yang roboh, jembatan yang roboh, gedung-gedung yang roboh, namun saya berharap semoga Negara ini tetap berdiri kokoh.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS