RSS

OSPEK part 3


Seperti yang saya sampaikan sebelumnya, ospek atau proses pembinaan (kami lebih suka menyebutnya proses pembinaan) mahasiswa baru itu sudah menjadi tradisi di Fakultas Teknik. Jadi tidak ada kata wajib atau tidak wajib bagi mahasiswa Teknik untuk berpartisipasi dalam proses pembinaan ini, yang baru maupun yang lama. Bahkan civitas akademika pun, dari Dekan hingga Satpam sampai alumni, baik secara langsung atau pun tidak langsung, ikut ambil bagian dalam kegiatan ini. Begitulah tradisi, eksis tapi susah dijelaskan keberadaannya. Positif atau negatif itu tergantung sudut pandang. Baik atau buruk itu tergantung niat. Toh siapa yang bisa menebak niat sesorang, apalagi orang banyak.
Karena memang sudah menjadi tradisi, selain proses perkuliahan, proses pembinaan lah yang paling menyita perhatian Keluarga Besar Mahasiswa Teknik. Ketika semester ganjil, pelaksanaan proses pembinaan yang menyita banyak perhatian sedangkan ketika semester genap, persiapan proses pembinaan lah yang menyita banyak perhatian. Awalnya saya mengira proses pembinaan itu suatu hal yang sederhana. Jika sebagai peserta, anda datang lalu dimarah, sedangkan jika bertindak sebagai panitia, anda datang lalu marah-marah. Sederhana sekali, bukan? Pendapat saya memang ada benarnya tapi sepertinya terlalu banyak kelirunya.
Yang saya rasakan, proses pembinaan justru lebih terasa ketika sudah manjadi panitia dibanding ketika menjadi peserta. Ketika menjadi peserta, saya masih ingat kata-kata salah satu senior.
“Proses pembinaan itu proses yang sangat panjang, ospek yang satu semester ini hanya awal saja, jika kalian ingin mengerti, ikuti terus proses pembinaan ini bahkan sampai kalian lulus dari kampus ini, dan proses pembinaan di dalam kampus ini pun hanyalah awal, sebagai bagian dari pembinaan dalam kehidupan di tengah-tengah masyarakat nantinya.”
 “Kalau sekarang dalam pikiran kalian banyak berseliweran pertanyaan kenapa begini kenapa begitu, itu wajar, ibarat membaca buku, kalian baru membaca pendahuluannya saja, pendahuluan yang memang sangat provokatif, sengaja dibuat provokatif, dan kami tidak akan pernah memberi jawabannya sekarang atau pun nanti, karena kami sendiri masih termasuk dalam proses pembinaan, jangan kira hanya kalian saja yang dibina.”
“Bacalah buku itu sampai selesai, baca dengan teliti, baca berulang-ulang lalu simpulkan sendiri jawabannya.”
Saya cuma bisa mengangguk-angggukan kepala antara mengerti dan tidak mengerti.
Dan entah karena sudah tradisi atau karena malas pulang kampung yang terlalu jauh atau juga karena teringat kata-kata senior itu, saya merasa tertarik untuk melanjutkan membaca ‘buku’ itu. Persiapan proses pembinaan ternyata memakan waktu yang tidak sedikit. Diawali dengan pembentukan SC (Screening Committee) yang terdiri dari ketua tiap-tiap angkatan aktif yang dianggap bisa menyalurkan aspirasi angkatan masing-masing dan beberapa orang yang diangggap punya kompetensi. Angkatan aktif disini terdiri dari tiga angkatan termuda. Tugas utamanya yaitu menyusun konsep proses pembinaan dengan acuan utama yaitu konsep edisi tahun terakhir yang bisa jadi ada perubahan baik perubahan kecil maupun perubahan yang benar-benar signifikan sesuai dengan kondisi terkini. Bagi orang-orang yang terpilih menjadi anggota SC, tugas ini terasa sangat berat karena memang bersamaan dengan masa sibuk minggu-minggu akhir perkuliahan. Mereka harus pintar membagi waktu antara persiapan ujian, menyelesaikan tugas besar, menulis laporan juga rapat-rapat yang membosankan dan bertele-tele, dan juga pacaran.
Hampir setiap hari rapat penyusunan konsep diadakan, dimana saja, juga tidak mengenal waktu. Di dalam kampus maupun di warung-warung sekitar kampus. Seperti yang sudah saya sampaikan, orang-orang di seputaran kampus pun sudah maklum dengan keadaan ini. Seisi kost pun tidak pernah bertanya-tanya kenapa akhir-akhir ini saya sangat jarang pulang ke kost. Kalau pun pulang, paling-paling mandi dan ganti pakaian lalu kembali lagi ke kampus. Kalaupun bertanya, nada pertanyaan mereka lebih merupakan penyataan, “pasti sibuk persiapan ospek, ya?”
Rapat pun berjalan sangat bertele-tele dan membosankan. Berisi debat dan adu argument yang benar-benar panjang. Wajar. Ya karena konsep yang disusun itu nantinya sebagai hukum utama dan pertama yang dipakai dalam pelaksanaan proses pembinaan. Proses pembinaan manusia, bukan hewan atau benda mati. Jadi harus benar-benar hati-hati. “Ini menyangkut anak kesayangannya orang lho,” begitu kata-kata yang sering terdengar jika ada yang mulai mengeluh tentang betapa bertele-telenya proses penyusunan konsep ini.
Jika penyusunan konsep itu berakhir, bukan berarti berakhir tugas mereka. Masih ada sharing konsep dengan senior. Istilahnya memang sharing konsep tapi pada kenyataannya tidak lebih dari pembantaian yang dilakukan oleh senior. Anggota SC sebisa mungkin bertahan dengan konsep yang sudah disusun, harus pintar-pintar berbicara jika tidak ingin konsep itu diobrak-abrik oleh senior. Tidak mampu bertahan berarti revisi. Revisi berarti rapat yang bertele-tele. Oleh karena itu, bagi SC, kata sharing itu terdengar sangat mengerikan. Entah kenapa, senior yang dalam kehidupan sehari-hari begitu ramah dan bersahabat berubah menjadi sangat garang ketika diadakan sharing konsep. Segala bentuk jamuan yang diberikan pun tidak mampu menutup mulut mereka. Ya lagi-lagi alasannya karena ini proses pembinaan manusia, bukan hewan atau benda mati yang bisa dibentuk semau kita, harus benar-benar hati-hati. “Ini menyangkut anak kesayangan orang lho.”
Seandainya konsep bisa dipertahankan maka SC pun bisa bernapas lega. Itu artinya tugas mereka berakhir, rapat yang melelahkan selesai sudah. Konsep yang telah disusun pun diserahkan kepada OC (Organizing Committee) sebagai panitia pelaksana proses pembinaan. Sekarang berganti OC yang super sibuk, sibuk menerjemahkan konsep ke dalam teknis. OC harus benar-benar paham dengan konsep. Biasanya beberapa anggota SC akan memegang peran penting dalam struktur OC, setidaknya koordinator bidang acara dapat dipastikan dari anggota SC. Memang bidang acara bisa dibilang merupakan tulang punggung dari pelaksanaan proses pembinaan itu sendiri. Bidang yang diisi oleh orang-orang yang nantinya akan dianggap musuh utama oleh peserta proses pembinaan, bidang yang paling gondrong. Yang berisi orang-orang yang memerankan peran antagonis, muka ekspresif, minim senyuman. Bad guys istilah tidak resminya.
Salah satu resiko berambut gondrong ya bakal masuk bidang ini. Mau tidak mau, rela atau terpaksa. Toh rela dan terpaksa itu pada lahirnya tipis bedanya. Cuma Tuhan yang tahu seseorang itu rela atau terpaksa. Kita bisa saja mengatakan rela padahal sebenarnya terpaksa atau juga sebaliknya. Hati orang siapa yang tahu. Dan saya entah rela atau terpaksa, saya juga tidak tahu, yang jelas saya memiliki rambut yang berlebih, akhirnya saya masuk bidang ini. Memang tidak ada ketentuan tertulis untuk masalah ini, tidak harus berambut panjang untuk masuk bidang ini. Namun jika melihat pola dan kebiasaannya maka hal tersebut bisa jadi faktor penting.
Ada hal buruk sekaligus baiknya memasuki bidang ini. Seperti yang sudah saya sampaikan sebelumnya, masuk bidang ini artinya harus siap-siap memerankan peran antagonis. Harus siap jadi bad guys. Harus rela dibenci dan dicaci oleh peserta proses pembinaan. Harus rela memasang muka ekspresif yang benar-benar minim senyuman ketika berhadapan dengan peserta. Jadinya harus rela disangka baru putus cinta. Dan itu selama satu semester. Benar-benar peran yang berat. Nah baiknya orang-orang bidang ini bakal jadi orang terkenal. Tapi entah menjadi terkenal itu hal baik atau tidak. Apalagi terkenal karena hal yang dianggap tidak baik. Tapi memang segala sesuatu itu butuh keseimbangan agar bisa berjalan dengan baik.
Dan bisa dibilang evaluasi adalah inti dari bidang acara itu sendiri, bahkan bisa dibilang titik penting dari proses pembinaan itu. Sangat mempengaruhi alur proses pembinaan. Dalam keadaan tertekan kita bisa dengan gamblang melihat sifat asli seseorang, ya sifat dari peserta proses pembinaan itu, juga sifat dari panitia sebagai pelaksana. Apakah dalam keadaan tertekan itu peserta masih bisa berpikir jernih, bersikap dewasa, cepat dan tepat mengambil keputusan atau bahkan sebaliknya. Apakah dalam kondisi tertekan kita hanya memikirkan diri sendiri atau tetap bisa memikirkan sekitarnya. Apakah dalam keadaan tertekan  kita bisa tetap mengatasi masalah atau bahkan lari dari masalah itu. Dalam evaluasi kita juga bisa melihat apakah nilai-nilai ideal yang telah disampaikan sudah mulai tertanam atau tidak.
Teknis disusun dengan sangat detail. Harus detail. Beserta rencana-rencana cadangan jika rencana utama tidak bisa benjalan dengan baik. Bahkan ternyata pola pergerakan evaluator dalam acara evaluasi pun sudah ada pakemnya beserta beberapa variasinya beserta beberapa kode sandi yang harus benar-benar dilatih dan dihapalkan. Karena memang terkadang acara evaluasi bisa sewaktu-waktu berubah sesuai dengan kondisi fisik maupun psikologis peserta maupun panitia. Misalnya rencana evaluasi dengan level high bisa saja berubah menjadi low bahkan acara evaluasi bisa berubah menjadi motivasi jika melihat kondisi fisik maupun psikologis peserta yang sudah benar-benar down.
Dan ternyata evaluasi tidak hanya untuk peserta, panitia pun ada evaluasi 2 kali sehari. Walaupun memang tidak seperti evaluasi peserta yang dominan satu arah, namun tidak jarang evaluasi panitia pun berlangsung sangat panas, benar-benar panas. Yang bisa mengancam keutuhan panitia itu sendiri yang pastinya juga berpengaruh pada kelancaran proses pembinaan. Dan hal ini sering terjadi. Jadi memang benar, proses pembinaan itu bukan hanya untuk peserta.
Dalam pelaksanaan proses pembinaan tidak bisa dipungkiri terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, misalnya tindak kekerasan. Hal-hal tersebut sangat dimungkinkan untuk terjadi. Karena memang kegiatan ini menyangkut orang banyak yang mungkin dengan maksud yang berbeda-beda. Bisa positif dan juga negatif. Bisa jadi memang benar-benar ingin melaksanakan proses pembinaan sesuai dengan konsep yang telah disepakati atau memang cuma sebagai ajang balas dendam.
Untuk meminimalkan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan maka dari awal hal ini menjadi konsentrasi tersendiri. Orang-orang yang dipilih untuk posisi-posisi yang strategis harus benar-benar punya kompetensi dan komitmen yang tinggi untuk melaksanakan prosen pembinaan sesuai dengan apa yang disepakati. Tapi hal tersebut tentunya tidak cukup. Orang bisa saja berubah-ubah apalagi dalam kondisi yang penuh tekanan. Oleh karena itu pengawasan dilakukan dengan sangat ketat. Setiap kegiatan memiliki penanggung jawab yang terus diganti agar tidak menimbulkan rasa bosan yang tentunya akan menurunkan tingkat keawasan dalam mengawasi jalannya acara. Dalam satu kegiatan ada 2 penanggung jawab, penanggung jawab acara yang mengawasi jalannya acara agar tidak melenceng dari konsep dan penanggung jawab ruang yang mengawasi gerak-gerik peserta maupun panitia agar tidak keluar dari peraturan yang sudah ditentukan. Sangsinya pun beragam dari peringatan ringan, pemberhentian sementara hingga pemberhentian tetap.
Memang susah untuk menjaga konsistensi dalam keadaan fisik maupun psikologis yang benar-benar sudah menurun yang kemudian berhadapan dengan peserta yang datang dari berbagai latar belakang. Dan memang benar, proses pembinaan itu tidak hanya untuk peserta saja tapi juga untuk panitia, bahkan bisa dikatakan proses pembinaan itu baru terasa berat ketika menjadi panitia.
Ketika menjadi peserta saya sering membayangkan betapa enaknya menjadi panitia. Penuh kuasa dan tidak pernah salah. Idiom “panitia selalu benar” memang cocok untuk peserta. Tapi kenyataannya tidak juga. Buktinya seperti yang sudah saya sampaikan sebelumnya, saya pun pernah mendapatkan izin untuk ‘istirahat’, penghalusan dari hukuman atas kesalahan yang saya lakukan. Ketika menjadi peserta tekanan hanya datang dari panitia. Namun ketika menjadi panitia tekanan datang dari segala arah, ya peserta itu sendiri, ya dari organisasi, ya dari senior, juga dari birokrat kampus. Kesalahan sekecil apapun bisa menjadi masalah besar karena memang ini pembinaan manusia, bukan hewan atau benda mati. Jadi menurut saya, idiom yang paling tepat itu adalah “panitia harus benar”. Tidak boleh ada kesalahan sekecil apapun, “ingat, ini menyangkut anak kesayangan orang.”
Lalu ada pertanyaan yang paling sering diajukan oleh orang-orang di luar Teknik, “apakah proses pembinaan di Teknik itu keras?” Ya kami akui memang keras. Tapi keras itu juga relatif. Dan keras bukan berarti mengandung unsur kekerasan. Itu dua hal yang sangat berbeda. Dan tidak perlu saya jelaskan panjang lebar makna dari keras. Saya cukup memakai makna yang sudah menjadi konsesi mayoritas untuk menjelaskan arti keras itu. Kurang lebih maknanya seperti anda mengatakan bahwa sejak kecil anda dididik oleh orang tua anda dengan keras. Ya maknanya kurang lebih seperti itu. Tujuannya pun kurang lebih sama halnya dengan tujuan orang tua anda mendidik anda dengan keras.
Dan saya juga mengakui memang proses pembinaan di Teknik mengundang banyak tanda tanya yang cenderung negatif. Karena memang proses pembinaan itu berlangsung sangat tertutup. Dalam cerita ini pun saya tidak bercerita mengenai hal-hal yang terlalu substantif. Bahkan selama proses pembinaan berlangsung sebisa mungkin kami memastikan area proses pembinaan itu bersih dari segala sesuatu yang kami anggap gangguan, baik dari luar maupun dari dalam. Kami cuma berusaha menjaga segala sesuatunya berjalan dengan baik. Ibarat membuat tempe atau tape, kami tidak ingin ada unsur dari luar yang bisa membuat tempe itu busuk atau tape menjadi masam. Memang terkesan arogan dan posesif.
Dan secara singkat, bisa dikatakan tujuan akhir dari proses pembinaan itu adalah menjadikan Teknik sebagai keluarga besar yang satu dan solid. Tidak terpecah belah dan tidak terkotak-kotak oleh kepentingan golongan-golongan tertentu. Benar-benar menjiwai keilmuannya yang bebas nilai kecuali nilai kebenaran itu sendiri.
Jadi jangan merasa heran jika di kampus Teknik anda tidak akan menemukan satu pun organisasi kemahasiswaan ekstra kampus yang bisa eksis secara organisasi. Kami cuma tidak ingin keluarga besar kami terkotak-kotak. Namun bukan berarti mahasiswa Teknik tidak boleh masuk organisasi tersebut. Silakan mahasiswa Teknik masuk ke dalam organisasi tersebut namun secara personal, sebagai pribadi yang merdeka yang berhak memilih yang terbaik bagi dirinya, namun jangan pernah membawa nama Teknik. Kami tahu kok organisasi-organisasi itu, diakui atau dibantah, merupakan underbow-nya partai politik. Kami tidak ingin keluarga besar Teknik tercerai berai hanya karena masalah warna dan bendera. Kami sadar bahwa teknik itu punya potensi besar untuk dibawa ke arah itu. Dan kami juga tahu sejak dahulu, organisasi-organisasi tersebut berusaha dengan banyak cara untuk bisa melebarkan sayapnya ke teknik. Teknik itu potensi pasarnya memang besar dan menggiurkan, kualitas maupun kuantitas. Kami tidak mau rumah kami ini, Teknik, dijadikan lapangan untuk berpolitik praktis yang dapat memecah belah kesatuan Teknik itu sendiri.
Proses pembinaan selama ini memang dijadikan benteng yang pertama dan utama untuk menjaga keutuhan teknik dari hal-hal yang dapat memecah belah kesatuan Teknik. Sehingga sekali lagi maaf kalau selama ini mungkin kami terlihat bersikap arogan, posesif, mungkin fanatik, menjadikan lahan kami bukan lahan yang subur untuk tumbuhnya ideologi anda. Bukan maksud kami untuk bersikap seperti itu. Ada hal yang tetap harus kami jaga sebaik-baiknya. Dan ada baiknya untuk hal ini kita saling menghargai dan menghormati adat dan kebiasaan masing-masing. Kami menghargai dan menghormati anda dan anda seyogyanya juga menghargai dan menghormati adat dan kebiasaan kami. Saya rasa yang seperti itu merupakan jalan yang paling adil.
Beberapa tahun terakhir memang tradisi ini sudah mendekati kepunahan, bahkan bisa dikatakan sudah punah. Entah disengaja atau memang karena seleksi alam. Ya memang segala sesuatu yang berawal pasti akan berakhir. Bukan kah memang begitu hukumnya. Selamat atas kemenangan anda-anda yang selama ini berharap tradisi ini berakhir. Tentunya butuh perjuangan yang sangat lama dan melelahkan, patut diacungi jempol. Saya rasa di tahun-tahun mendatang anda sudah bisa membangun idelogi anda di rumah kami tanpa ada gangguan yang berarti. Sekali lagi selamat.
            Yang jelas, dari dulu, kami sangat yakin seyakin-yakinnya. Ketika semakin banyak orang Teknik yang mulai berpolitik maka akan semakin banyak sekolah yang roboh, rumah sakit yang roboh, jembatan yang roboh, gedung-gedung yang roboh, namun saya berharap semoga Negara ini tetap berdiri kokoh.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

OSPEK part 2

Cerita lainnya…..

Jam 5 pagi sudah harus di kampus. Panitia sudah berseliweran hingga radius 100 meter dari pagar kampus, hingga gang-gang kecil. Entah mereka bangun jam berapa. Peserta ospek tidak diperbolehkan membawa kendaraan, kalapun diantar hanya boleh sampai radius 100 meter dari kampus. Baru saja saya keluar dari pintu kost sudah diteriaki panitia.
Oiii kamu…cepaaaat…cepaaaaat…sudah jam berapa ini”
Suara berisik kresek biru, tas wajib bagi peserta yang berisi air mineral, nasi bungkus, peralatan ibadah, peralatan menulis, makalah, berbaur bersama langkah kaki yang terburu-buru, juga teriakan panitia memecah subuh. Pantas saja semua orang di sekitar kampus teknik tahu ospek teknik. Sudah tradisi rupanya. Dan sepertinya tidak ada yang merasa terganggu.
Semua peserta terlihat sama, semua memakai baju putih dan celana panjang putih, dengan ikat pinggang berwarna gelap serta sepatu sport. Yang laki-laki seragam dengan cukuran 1-1-1 ala tentara, yang perempuan, yang tidak berkerudung, rambutnya diikat karet gelang. Rutinitas pagi dumulai dengan senam pemanasan. Kemudian dilanjutkan dengan lari keliling kampus sambil meneriakkan yel-yel yang saya rasa terlalu sederhana, benar-benar tidak indah, terlalu keteknikan. Masak yel-yelnya cuma 1…2…3…TEKNIK. Begitu saja. Entah maknanya apa. Beberapa senior yang saya tanyakan juga tidak bisa memberi jawaban yang jelas.
Kemudian acara berlanjut dengan evaluasi pagi, rangkaian kegiatan yang mungkin paling dibenci peserta. Tiga orang panitia bertindak sebagai evaluator, satu center yang memimpin jalannya evaluasi dan 2 wing yang menguatkan kata-kata center atau meyambung kata-kata center ketika center kehabisan kata-kata, satu panitia bertindak sebagai timer, satu panitia sebagai penanggung jawab yang bertindak mengawasi jalannya evaluasi agar tidak melenceng dari konsep maupun teknis, dan entah berapa ratus sweeper yang mengelilingi peserta. Biasanya evaluator bertampang benar-benar sangar, biasanya berambut gondrong, dengan muka yang benar-benar masam, seperti orang yang baru putus cinta saja. Evaluasi selalu dibuka dengan kata-kata yang hampir selalu sama.
“Bagi yang merasa sakit, yang merasa jantungan, yang asma, harap segera meninggalkan ruangan ini.”
Beberapa peserta yang memiliki penyakit asma atau jantung biasanya meninggalkan ruangan. Peserta dengan penyakit asma jantung dan teman-temannya ditandai dengan pita merah pada lengan kanan, Lalu dilanjutkan dengan kata-kata yang bernada sangat bijak, juga hampir selalu sama.
“Kami sangat bangga dengan kehadiran teman-teman di sini…walaupun lelah, dan mungkin kesal, teman-teman tetap bersemangat mengikuti kegiatan ini…”
Sampai disitu berhenti sejenak. Suasana benar-benar hening. Kemudian suara mulai meninggi. Otot-otot punggung peserta mulai menegang bersiap menghadapi teriakan sweeper yang menusuk sampai ke hati. Saya biasanya memikirkan hal-hal yang menyenangkan ketika fase ini dimulai.
“Tapi kami benar-benar kecewa…lagi-lagi kalian melakukan kesalahan di tempat yang sama…kami punya datanya.”
Biasanya center mengacungkan kertas yang dibawanya. Entah memang mereka punya datanya atau tidak. Entahlah. Lalu suara pun memuncak.
“Bagi siapa saja yang merasa melakukan kesalahan pagi ini harap berdiri.”
Suara center memuncak lalu disambut oleh teriakan dari ratusan sweeper yang mengelilingi peserta. Suasana benar-benar gaduh. Biasanya ada saja peserta yang semaput pada fase ini, ada juga yang pura-pura semaput. Saya sebenarnya ingin juga semaput sehingga bisa melewatkan acara evaluasi ini. Tapi saya tidak punya keahlian untuk berakting, juga tidak pernah benar-benar semaput. Jadi saya memikirkan hal-hal yang menyenangkan saja. Kemudian suasana tenang kembali, lalu naik lagi, tenang lagi, kemudian naik lagi. Begitu berulang-ulang sampai akhir evaluasi. Dan selalu saja ada yang semaput ketika tensi meninggi, juga yang pura-pura semaput.
Yang jelas selalu saja ada yang salah misalnya telat datang atau lupa membawa keplek. Keplek itu tanda identitas dari kertas buffalo biru berukuran 15 x 20 cm berisi foto, nama, nomor kelompok dan jurusan yang dilaminating kemudian digantungkan di dada dengan tali kasur. Membuat keplek itu benar-benar ribet, ukurannya harus pas, ukuran tulisan juga harus pas, lebih satu mili saja tidak bakal disahkan. Berkali-kali saya membuat benda yang satu ini. Ada saja salahnya. Tapi ada trik ampuh untuk mengatasi masalah pengesahan keplek ini. Datang saja dimalam terakhir pengesahan. Biasanya pos pengesahan keplek buka tiap hari hingga jam 8 malam sampai datangnya hari berlangsungnya ospek. Selama bentuknya terlihat sesuai dengan ketentuan maka panitia mau tidak mau harus mau mengesahkan keplek itu. Selama ospek berlangsung hingga selesai, setidaknya ada 2 keplek yang harus dibuat. Tiap rangkaian acara memliki keplek yang berbeda, misal keplek untuk ospek jurusan berbeda dengan ospek fakultas. Bahkan pada masa perkuliahan pun, peserta ospek harus terus memakai tanda identitas, walaupun bentuknya bukan keplek lagi namun name tag sesuai ciri khas jurusan masing-masing.
Acara kemudian dilanjutkan dengan materi mengenai nilai-nilai ideal yang biasanya diisi oleh senior-senior yang dianggap punya kompetensi. Suasana menjadi lebih santai. Teman-teman yang berpita merah juga yang semaput atau pura-pura semaput saat evaluasi biasanya sudah kembali masuk ruang. Lalu dilanjutkan dengan diskusi sampai saat adzan dzuhur datang.
Selanjutnya beribadah sesuai keyakinan masing-masing. Peserta diwajibkan membawa 2 botol air mineral 1.5 liter. Yang satu digunakan untuk air minum sedangkan yang satu digunakan untuk bersuci. Setelah beribadah kemudian makan bersama. Makan nasi teknik. Nasi putih, lalapan, telur rebus, tempe atau tahu goreng atau boleh kedua-duanya tanpa sambal atau kuah. Benar-benar tidak ada rasanya. Hambar. Semua penjual makanan di seputaran kampus teknik tahu apa itu nasi teknik. Dan makanan itu harus habis, jika ada yang tidak habis maka peserta yang lain harus membantu menghabiskan makanan itu.
Pernah pada waktu krida terakhir menu yang saya dapatkan bukannya nasi teknik melainkan hanya nasi dan martabak. Hmmm, enak sekali, tapi saya makannya harus ditutupi soalnya kalau ketauan panitia pasti mereka marah. Terbayang omongan mbak-mbak sangar di depan “kebersamaanmu mana dek, yang lain makan nasi teknik kok kamu makan martabak sendiri. Ini aaa yang namanya anak teknik, MANJA!!”(hehehe.., sampai hafal saya tiap omongan yang keluar)
Setelah beribadah dan makan, acara dilanjutkan dengan materi sesi ke-2 yang juga sesuai dengan makalah yang kami tuliskan sehari sebelumnya. Materi yang dibawakan memang selalu menarik. Tidak pernah kami dengar disekolahan. Mengandung istilah-istilah yang keren. Idealisme, agent of social control, agent of change. Terkadang juga ada pemutaran film-film yang berkaitan dengan materi. Walaupun memang jalannya diskusi tidak selancar materi pertama karena peserta biasanya lebih pasif karena kelelahan. Banyak yang menguap dalam, bahkan banyak juga yang tertidur. Yang nantinya hal itu akan menjadi bahasan utama ketika berlangsungnya evaluasi sore.
Kegiatan ospek dalam sehari diakhiri dengan evaluasi sore. Yang berlangsung seperti halnya evaluasi pagi. Teman-teman yang berpita meninggalkan ruangan. Ketika tensi meninggi, ada yang semaput, ada juga yang pura-pura semaput. Saya, yang tidak semaput, dan tidak bisa berakting semaput hanya bisa membayangkan hal-hal yang menyenangkan saja. Setelah ashar baru peserta diperbolehkan meninggalkan ruangan setelah pemberian tema materi untuk hari selanjutnya yang menjadi dasar bagi kami untuk menyusun makalah. Namun bukan berarti bisa langsung pulang. Ada saja yang harus dikoordinasikan oleh peserta yang sebagian besar antar jurusan. Setelah magrib baru benar-benar bisa pulang dan Jam 12 malam baru bisa benar-benar tidur, tidur yang tidak tenang.
Waktu-waktu yang melelahkan secara fisik dan psikologis. Perasaan benar-benar tercampur aduk tidak karuan. Marah, lelah, mangkel, kesal, pasrah jadi satu. Namun segala sesuatu pasti ada hikmahnya. Hanya dalam waktu yang tidak lama, tidak sampai setengah bulan, saya memiliki sangat banyak teman, yang benar-benar teman. Yang tidak hanya bisa diajak tertawa tapi juga bisa diajak menangis. Yang tidak hanya bisa diajak senang tapi juga susah.
Lalu ada satu hal juga yang berkesan bagi saya selama mengikuti ospek di teknik. Walaupun memang tidak ada hari yang berlalu tanpa tekanan, bentakan dan kata-kata yang tidak menyenangkan serta sekali-sekali ada kontak fisik yang masih dalam batas-batas kewajaran namun tidak ada hal-hal konyol semisal nama panggilan konyol disertai gerakan-gerakan yang tidak kalah konyolnya yang biasanya saya temukan pada ospek-ospek yang saya ikuti sebelumnya. Juga tidak ada tugas-tugas, hukuman maupun peralatan-peratalan yang juga tidak kalah konyolnya. Semua berjalan wajar sesuai dengan kebutuhan. Kalau pun ada yang aneh, bagi saya keplek lah yang paling aneh. Bukan karena bentuknya. Yang pertama itu masalah nama, bagi saya keplek itu nama yang terdengar aneh dan menggelikan. Yang kedua masalah presisi. Pernah saya tanyakan ketika berkali-kali saya ditolak dalam pengesahan keplek. Toh lebih satu mili tidak bakal kelihatan.
Krida yang saya lakukan tidak berjalan sempurna setiap minggu. Soalnya pada waktu angkatan 2009 kridanya ada campur tangan dari dekanat. Tidak murni mahasiswa. Namun ospek secara resmi masih belum berakhir. Yang kemudian berujung pada sebuah kegiatan yang bernama KKM (Kemah Kerja Mahasiswa). Peserta ospek selama seminggu akan dibawa ke desa terpencil. Inti acaranya yaitu pengabdian masyarakat. Biasanya yang dikerjakan adalah proyek pemipaan, menyalurkan air ke desa yang belum tersentuh oleh perusahaan air minum.
Sepulang dari kegiatan ini semua peserta maupun panitia terlihat berwajah sumringah walaupun lelah masih tergambar jelas di wajah. Rasanya seperti ada beban berat yang terlepaskan. Bagi peserta, berakhirnya ospek berarti berakhir juga peraturan-peraturan yang selama satu semester benar-benar membatasi ruang gerak. Sedangkan bagi panitia, berakhirnya ospek berarti saatnya melepas topeng yang selama satu semester melekat erat di muka mereka. Topeng yang entah rela atau terpaksa mereka kenakan. Yang karena topeng itu mereka dimusuhi sebagian besar peserta ospek. Topeng yang selama dua tahun ini mungkin saya pakai. Dan yang jelas rasa persahabatan kami bertambah erat. Ya…begitulah ospek. 

 upacara pemberangkatan KKM XXXII

 dari kiri ke kanan ---> Keplek Fakultas, nametag Jurusan (saat perkuliahan), Keplek Jurusan

 Keplek Tenda KKM :))

 Keplek badan dan Tas KKM XXXII 

 baju KKMkuuuuuuu :3

 berani kotor itu baik preeeeeeeen :D

Cerita ini selalu menjadi bahan obrolan tak lekang jaman saat bertemu sahabat-sahabat lama ataupun saat cerita pada anak2 saya nanti :)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

OSPEK part 1


Pembinaan atau yang akrab disebut Ospek dan Fakultas Teknik itu sejenis berhubungan simbiosis mutualisme. Setidaknya seperti itu yang terjadi di kampus saya. Entahlah di kampus lain sama seperti itu juga atau tidak.  Semacam “manunggal kawulo gusti”  kalau dalam falsafah Jawa. Bicara teknik ya harus bicara ospek. Bicara ospek ya pasti teknik. Bahkan ketika sudah lulus nanti, lalu bertemu teman semasa kuliah, tema ospek menjadi salah satu tema yang paling populer untuk dibicarakan. Saya mengkategorikan kisah ospek ini sebagai kisah tragedi komedi atau bisa juga masuk genre horror komedi. Ya kesal ya sedih ya capek ya makan hati ya mangkel tapi benar-benar berkesan dan akan selalu dikenang. J
Ya teknik dan ospek itu seperti sepasang kekasih. Seperti romeo dan juliet. Dan bukan hanya civitas akademika teknik saja yang tahu itu. Mahasiswa dari fakultas lain juga tahu, penjual makanan di sekitar kampus tahu, tukang cukur juga tahu, penjual nasi goreng di depan SD Ketawang Gede 2 juga tahu, begitu juga pemilik kios-kios depan kampus, pemilik wartel, pemilik warnet, pemilik rental komputer, juga bapak kost, ibu kost, anak-anak pemilik kost, tetangga-tetangga kost, apalagi teman-teman kost.
Awalnya saya heran juga kenapa acara ospek bisa setenar itu. Memang ketika saya masuk ke perguruan tinggi, masalah ospek sedang hangat-hangatnya diperdebatkan diberbagai media, dikarenakan kejadian menyedihkan yang terjadi di salah satu Sekolah Tinggi milik pemerintah. Tapi hal tersebut sepertinya tidak berpengaruh banyak di fakultas teknik. Ospek tetap berjalan sesuai tradisi.
Saya masih ingat hari pertama menginjakan kaki di Malang. Saat itu saya belum memiliki kost, jadi saya menumpang di rumah temen baik saya waktu SMA di Kerto Raharjo. Kebetulan rumah temen saya ini juga merupakan kos-kosan yang cukup besar.
 “Kuliah dimana dek?”
“Di Brawijaya, ambil PWK mbak,” jawab saya.
“PWK itu apa?” (ini adalah pertanyaan yang paling sering saya dengar jika berkenalan dengan orang baru ataupun dengan sanak keluarga jika ditanya tentang kuliah, bahkan hingga saya telah memasuki tahun terakhir dikampus). ==”
“PWK itu Perencanaan wilayah dan Kota mbak, Planologi itu lho”
Wah…teknik ya…siap-siap diospek nih,” katanya lagi sambil tersenyum lebar.
Saya juga tersenyum tapi tidak lebar. Tersenyum bingung. Saya ke sini mau kuliah bukan mau ospek. Toh ospek itu kan masalah biasa. Seingat saya selama bersekolah, cuma masuk TK dan SD saja yang tidak ada ospeknya. Masuk SMP diospek, SMA juga diospek.
Lalu sebulan setelah itu, tepatnya setelah daftar ulang di Bulan Mei 2009 (daftar ulang dulu coy!!!) kemudian saya mendapatkan kost di gang Kerto Sari, Cuma 10 menit berjalan kaki dari kampus dan gak jauh dari rumah temen saya di Kerto Raharjo. Sebenarnya saya merasa kerasan juga tinggal di rumah temen saya. Bahkan oleh orang tua disuruh ngeKos disana, namun apa daya, Kos-kosan milik temen saya itu sudah penuh. Masak iya saya harus tidur diruang TV terus. Gak mungkin kan.
“Ambil jurusan apa mbak?” tanya Maknyak, penjaga kost yang badannya tinggi besar seperti pegulat professional
“PWK buk,” jawab saya.
“PWK itu apa?” (tu kan bener, ditanya lagi)
“PWK itu Perencanaan wilayah dan Kota mbak, Planologi itu lho”
Wah…bakal sibuk ospek nih ntar kalau butuh nasi teknik bilang saja,” kata Maknyak..
“Ospeknya teknik itu yang paling lama, satu semester,” lanjutnya.
Lagi-lagi saya tersenyum bingung. Kenapa masalah ospek lagi yang dibicarakan. Lalu nasi teknik itu nasi model apa. Dan tidak hanya maknyak saja yang berbicara demikian. David anak Ibu kost yang masih kelas 6 juga, Mbak riri yang kuliah di Fakultas peternakan juga, nalsa sama Asti juga, teman-teman di kamar bawah juga. Semuanya berbicara senada, kecuali bapak kost, yang memang pendiam, tidak banyak bicara. Perasaan saya kok jadi tidak enak, deg-degan, antara penasaran dan takut.
Karena saya diterima lewat jalur PMDK, jadi waktu itu sekitar awal bulan Agustus saya sudah berada di Malang. Sudah kenalan sama teman sejurusan yang kenal dari Facebook. Dan sudah dengar desas desus menakutkan tentang ospek dari anak teman mama yang kebetulan satu fakultas juga.
Bahkan sebelum ospeknya dimulai fakultas tercinta sudah melaksanakan kegiatan pra ospek atau yang biasa mbak-mbak kos sebut pendataan. Isinya ya kurang lebih sama lah. Saya yang pada waktu itu baru mengambil jas almamater di rektorat (dan ternyata tidak dapat karena ukuran yang XL masih belum ada -.-) tiba-tiba dikejutkan oleh teman baru saya yang bilang kalau aka nada briefing tentang kegiatan yang akan dilakukan besok. Kita berdua yang pada waktu itu berjalan di sekitar gedung Elektro pun dicegat sama mbak-mbak judes yang sok tengil.
“Teknik ya?”, tanyanya sengak
“ii, ya mbak”, jawabku polos
Dialog percakapan lebih detailnya lupa saya, intinya kita berdua diajak ke ruangan yang isinya mbak-mbak serem yang belum pernah saya liat sebelumnya. ada yang saya kenal ternyata. Salah satu diantara mereka kakak kelas waktu SMA, makanya saya agak selengekan waktu bertatapan mata sama dia. Mbaknya malah kikuk, dan temen disebelahnya malah membektak saya . “ETIKANYA LHO DEK”.
Mampussss, piker saya waktu itu. Masuk kandang macan beneran ini.
Lalu saya dan temen saya dikasih petunjuk ruangan tempat kita besok pagi diruh datang dan barang bawaan apa saja yang wajib dibawa. Dan satu lagi kami berdua dikasih peta lokasi pusat informasi MABA TEKNIK a.k.a Mading Biru Teknik J
IQ saya yang dasarnya lemah ya mana ingat apa yang disebutin mbak-mbak serem tadi, ya udah deh jadinya malah neror temen saya itu yang kebetulan kosnya emang deket dari Mading Biru. Jadi bisa update informasi kapanpun.
Pagi itu saya dan temen saya dapat shift 1, yaitu masuk jam 7 pagi di depan Gedung Elektro (sesuai tulisan di Mading Biru).
“Mbak-mbak yang ngasih tau kita telat kayaknya, kataku pada beberapa temen, bukan hanya temen satu jurusan saja karena waktu itu saya juga satu shift dengan anak industry, TIF dan juga pengairan.
Kita yang gak boleh bawa HP dan Jam tangan (masih lugu coyyyy) nyantai aja pas disuruh ngikuti mbaknya ke gedung tak dikenal (Gedung Baru Arsitek). Gak taunya kita malah dimarah-marahin, dibilang kelamaan dandan makanya telat semua. Seperti dugaan saya, ospek itu ya ospek meskipun namanya diganti pendataan kek, brifing personal kek atau nama-nama lainnya. Begitulah ospek. Lelah, makan hati, mangkel, kesal, pasrah.
Tidak hanya berhenti disitu saja. Setelah diruangan tersebut kita digilir masuk dari satu ruang ke ruang lainnya. Pasti tau semualah alurnya :D
Kemudian siannya tidak bisa langsung istirahat karena ada kegiatan pegesahan keplek (tanda pengenal) fakultas dan jurusan. Keplek fakultas sih gak masalah, keplek jurusan ini yang bikin klepek-klepek. Gak jadi-jadi. Ukurannya gak proporsional, kertasnya salah salah lah… zzzzzz..
Sayang pada waktu hari H pelaksanaan OSPEK, tanggal 18 Agustus 2009. Secara mengejutkan ProbinMaba fakultas teknik ditiadakan. Kita malah disuruh pulang kerumah masing-masing. Ya namanya anak baru lulus SMA, gak jadi OSPEK ya seneng banget lah. Hehehe 
 putih-putih dibelakang dengan tas kresek biru, It's me TEKNIK :)

(jika ada yang kurang berkenan, saya mohon maaf, ini cerita saya pada saat masih lugu, polos bin gak tau apa-apa) 
♉(‾⌣‾)♉

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS